Sejarah Dunia Internasional Kompak Meredam Agresi Militer Belanda ke Indonesia

 AGRESI Militer Belanda di Nusantara dikenal juga dengan istilah Clash. Ada dua kali agresi brutal dilancarkan Belanda ke Indonesia. Pertama pada 21 Juli hingga 5 Agustus 1947. Serangan kedua pada 19 Desember 1948.

Pada agresi militer pertama, Belanda berhasil menguasai lagi beberapa wilayah Indonesia hingga para pejuang Republik harus menyingkir ke pedalaman. Tapi, perjuangan terus dilakukan, bukan hanya dengan senjata tapi juga diplomasi ke luar negeri.

Belanda mengerahkan hampir 200 ribu personel militer untuk menyerbu Sumatera dan Jawa pada agresi pertama dengan istilah Operatie Produkt.

Serangan perang dilancarkan Belanda ke Indonesia tersebut menuai kecaman dunia internasional.

Negara-negara seperti Mesir, India, Suriah, Inggris dan Australia tak menghendaki sikap agresif Belanda. Tentunya reaksi dan simpati dunia itu tak datang dengan sendirinya. Peran Perdana Menteri Sutan Sjahrir sangat besar dalam menggalang dukungan internasional di Markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikaty.

Sejumlah negara menuntut gencatan senjatadan memadamkan agresi serta penghentian sengketa ke Dewan Keamanan PBB.

Sjahrir ‘kebut’ jadwal mengunjungi Singapura, India dan Mesir. Lewat radio, Presiden Soekarno juga meminta bantuan internasional menghentikan pertumpahan darah, tak lama setelah Wakil Perdana Menteri A.K. Gani ikut ditawan Belanda di Jakarta.

Agresi tersebut ikut jadi bahan perdebatan House of Commons (DPR-nya Inggris). Mahasiswa Indonesia serta buruh di Australia juga menyatroni Kedutaan Belanda di negeri kanguru itu sebagai bentuk protes.

Seperti dikutip dari ‘Kronik Revolusi Indonesia 1947’, pemerintah Suriah mengajukan protes keras. Pemimpin muslim India, Moh. Ali Jinnah menyatakan simpatinya, sebagaimana Mesir dan Suriah.

Bahkan India melalui perwakilannya di Birmingham, Inggris, sempat berencana membentuk pasukan sukarela India! Hal itu terjadi lantaran sebelumnya pesawat angkut India yang membawa obat-obatan ikut ditembak jatuh Belanda di langit Yogyakarta.

Sementara itu pemerintah India bersama Pakistan dan Siam (kini Thailand) melarang pesawat Belanda melintasi ruang udara mereka sebagai bentuk protes lainnya. Atas berbagai protes itu, akhirnya DK PBB menelurkan Resolusi No.27 pada 1 Agustus 1947 yang berbunyi perintah konflik dihentikan.

Secara de facto, DK PBB juga segera mengakui kedaulatan Republik Indonesia dan memaksa Belanda menerima resolusi tersebut. 5 Agustus di tahun yang sama, Belanda baru resmi menghentikan agresinya, sekaligus dibentuk Komite Tiga Negara sebagai “penengah” (Amerika Serikat, Australia dan Belgia).

Perjanjian lainnya pun ikut tercipta sejak perundingan dimulai 8 Desember 1947. Sebuah perjanjian di atas kapal AS “USS Renville” pada 17 Januari 1948, menelurkan tiga butir kesepakatan, di mana Belanda mengakui wilayah RI di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Sumatera.

Perjanjian Renville ini juga berisikan kesepakatan garis demarkasi wilayah RI dan Belanda, serta perintah penarikan mundur TNI di berbagai wilayah Jawa Barat dan Jawa Timur.

Komentar